Pengertian Ayyaamul Bidh
Ayyaam adalah jamak dari al-yaum yang berarti hari; sementara bidh itu artinya putih. Ayyaamul Bidh artinya adalah hari-hari putih atau cemerlang atau purnama. Islam mensunnahkan hari-hari ini untuk melakukan puasa 3 hari, yakni tanggal ke-13, 14 dan 15 dari penanggalan Hijriyyah. Tidak diterangkan apa alasannya puasa di hari-hari tersebut, tetapi menurut sebuah penelitian; Tengah bulan qomariyah biasanya diterangi oleh sinar bulan yang bulat penuh. Puncak fenomena pasang surut air laut terjadi di tanggal-tanggal ini, seiring pasang surutnya sisi kejiwaan manusia (Arnold Lieber, 1970-an) dan orang cenderung berbuat lebih banyak keburukan pada bulan purnama.
Subhanallah ..., sungguh suatu yang tidak kebetulan bahwa ajaran yang telah disampaikan 1500-an tahun sebelum penelitian tersebut oleh rasulullah saw. ternyata mempunyai arti pengendalian diri yang luar biasa. Rasulullah saw. memahami bahwa hari-hari di bulan purnama merupakan hari-hari kelabilan emosi manusia dan untuk mengantisipasinya, rasulullah saw. menganjurkan umatnya untuk berpuasa di hari-hari tersebut sebagai bentuk penyeimbang dan menetralisir magnitut potensi manusia berbuat keburukan.
Sungguh sunnah rasulullah saw. untuk ayyamul bidh pada tanggal 13, 14, dan 15 (bulan purnama) memberikan makna dan hikmah besar bagi manusia.
2. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah saw. bersabda:
5. Dari Ibnu ‘Abbas r.a., beliau berkata,
Namun dikecualikan berpuasa pada tanggal 13 Dzulhijjah (bagian dari hari tasyriq). Berpuasa pada hari tersebut diharamkan.
Sungguh sunnah rasulullah saw. untuk ayyamul bidh pada tanggal 13, 14, dan 15 (bulan purnama) memberikan makna dan hikmah besar bagi manusia.
1. Hadits Anjuran Puasa 3 Hari Setiap Bulan
1. Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata,
أَوْصَانِى خَلِيلِى بِثَلاَثٍ لاَ أَدَعُهُنَّ حَتَّى أَمُوتَ صَوْمِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ، وَصَلاَةِ الضُّحَى ، وَنَوْمٍ عَلَى وِتْرٍ
“Kekasihku (yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) mewasiatkan padaku tiga nasehat yang aku tidak meninggalkannya hingga aku mati: 1- berpuasa tiga hari setiap bulannya, 2- mengerjakan shalat Dhuha, 3- mengerjakan shalat witir sebelum tidur.”[1]. 2. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah saw. bersabda:
صَوْمُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ صَوْمُ الدَّهْرِ كُلِّهِ
“Puasa pada tiga hari setiap bulannya adalah seperti puasa sepanjang tahun.”[2].
3. Dari Abu Dzar, Rasulullah saw. bersabda padanya:
يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا صُمْتَ مِنَ الشَّهْرِ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ فَصُمْ ثَلاَثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ
“Jika engkau ingin berpuasa tiga hari setiap bulannya, maka berpuasalah pada tanggal 13, 14, dan 15 (dari bulan Hijriyah).”[3].
4. Dari Ibnu Milhan Al Qoisiy, dari ayahnya, ia berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَأْمُرُنَا أَنْ نَصُومَ الْبِيضَ ثَلاَثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ . وَقَالَ هُنَّ كَهَيْئَةِ الدَّهْرِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa memerintahkan pada kami untuk berpuasa pada ayyamul bidh yaitu 13, 14 dan 15 (dari bulan Hijriyah).” Dan beliau bersabda, “Puasa ayyamul bidh itu seperti puasa setahun.” [4].5. Dari Ibnu ‘Abbas r.a., beliau berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُفْطِرُ أَيَّامَ الْبِيضِ فِي حَضَرٍ وَلَا سَفَرٍ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada ayyamul biidh ketika tidak bepergian maupun ketika bersafar.”[5].Namun dikecualikan berpuasa pada tanggal 13 Dzulhijjah (bagian dari hari tasyriq). Berpuasa pada hari tersebut diharamkan.
2. Ketentuan Puasa Ayyaamul Bidh
1. Dari Abu Dzar, Rasulullah saw. bersabda padanya,
يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا صُمْتَ مِنَ الشَّهْرِ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ فَصُمْ ثَلاَثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ
“Jika engkau ingin berpuasa tiga hari setiap bulannya, maka berpuasalah pada tanggal 13, 14, dan 15 (dari bulan Hijriyah).”[3].
2. Juga ada berita diterima dari Nabi saw. Bahwa satu bulan beliau berpuasa pada hari Sabtu, Minggu dan Senin, kemudian di bulan lain pada hari Selasa, Rabu dan Kamis. Pula diterima berita bahwa pada awal setiap bulan beliau berpuasa pada hari Kamis, pada awal bulan depan pada hari Senin, kemudian pada awal bulan berikutnya pada hari Senin. Dianjurkan berpuasa tiga hari setiap bulannya, pada hari apa saja.
4. Namun, hari yang utama untuk berpuasa adalah pada hari ke-13, 14, dan 15 dari bulan Hijriyah yang dikenal dengan ayyamul bidh.(lihat hadits Ibnu Abbas no.4).
3. Mu’adzah bertanya pada ‘Aisyah,
“Apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa tiga hari setiap bulannya?” ‘Aisyah menjawab, “Iya.” Mu’adzah lalu bertanya, “Pada hari apa beliau melakukan puasa tersebut?” ‘Aisyah menjawab, “Beliau tidak peduli pada hari apa beliau puasa (artinya semau beliau).” [6].
أَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ قَالَتْ نَعَمْ. قُلْتُ مِنْ أَيِّهِ كَانَ يَصُومُ قَالَتْ كَانَ لاَ يُبَالِى مِنْ أَيِّهِ صَامَ. قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
4. Namun, hari yang utama untuk berpuasa adalah pada hari ke-13, 14, dan 15 dari bulan Hijriyah yang dikenal dengan ayyamul bidh.(lihat hadits Ibnu Abbas no.4).
3. Ketentuan dalam Melakukan Puasa Sunnah
1. Boleh berniat puasa sunnah setelah terbit fajar jika belum makan, minum dan selama tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa. Berbeda dengan puasa wajib maka niatnya harus dilakukan sebelum fajar. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
دَخَلَ عَلَىَّ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ « هَلْ عِنْدَكُمْ شَىْءٌ ». فَقُلْنَا لاَ. قَالَ « فَإِنِّى إِذًا صَائِمٌ ». ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا آخَرَ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أُهْدِىَ لَنَا حَيْسٌ. فَقَالَ « أَرِينِيهِ فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِمًا ». فَأَكَلَ
دَخَلَ عَلَىَّ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ « هَلْ عِنْدَكُمْ شَىْءٌ ». فَقُلْنَا لاَ. قَالَ « فَإِنِّى إِذًا صَائِمٌ ». ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا آخَرَ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أُهْدِىَ لَنَا حَيْسٌ. فَقَالَ « أَرِينِيهِ فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِمًا ». فَأَكَلَ
“Pada suatu hari, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menemuiku dan bertanya, "Apakah kamu mempunyai makanan?" Kami menjawab, "Tidak ada." Beliau berkata, "Kalau begitu, saya akan berpuasa." Kemudian beliau datang lagi pada hari yang lain dan kami berkata, "Wahai Rasulullah, kita telah diberi hadiah berupa Hais (makanan yang terbuat dari kura, samin dan keju)." Maka beliau pun berkata, "Bawalah kemari, sesungguhnya dari tadi pagi tadi aku berpuasa." [7].
2. Boleh menyempurnakan atau membatalkan puasa sunnah. Dalilnya adalah hadits ‘Aisyah diatas. Puasa sunnah merupakan pilihan bagi seseorang ketika ia ingin memulainya, begitu pula ketika ia ingin meneruskan puasanya. Inilah pendapat dari sekelompok sahabat, pendapat Imam Ahmad, Ishaq, dan selainnya. Akan tetapi mereka semua, termasuk juga Imam Asy Syafi’i bersepakat bahwa disunnahkan untuk tetap menyempurnakan puasa tersebut.
3. Seorang istri tidak boleh berpuasa sunnah sedangkan suaminya bersamanya kecuali dengan seizin suaminya. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَصُومُ الْمَرْأَةُ وَبَعْلُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Janganlah seorang wanita berpuasa sedangkan suaminya ada kecuali dengan seizinnya.” [8].
Sebarkan !!! insyaallah bermanfaat.
ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ “Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”
Sumber:
Fikih Sunnah jilid 3, Sayyid Sabiq, Penerbit: P.T.Al-Ma'arif - Bandung
Fikih Sunnah jilid 3, Sayyid Sabiq, Penerbit: P.T.Al-Ma'arif - Bandung
http://mahifal2013.wordpress.com/2013/01/24/mengungkap-rahasia-ayyamul-bidh-tanggal-13-14-15-bulan-hijriahqomariyah/
http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/puasa-tiga-hari-setiap-bulan-dan-puasa-ayyamul-bidh.html
***
[1]. (HR. Bukhari no. 1178)
[2]. (HR. Bukhari no. 1979)
[3]. (HR. Tirmidzi no. 761 dan An Nasai no. 2425. Abu ‘Isa Tirmidzi mengatakan bahwa haditsnya hasan).
[4]. (HR. Abu Daud no. 2449 dan An Nasai no. 2434. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
[5]. (HR. An Nasai no. 2347. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
[6].(HR. Tirmidzi no. 763 dan Ibnu Majah no. 1709. Shahih).
[7]. (HR. Muslim no. 1154).
[8]. (HR. Bukhari no. 5192 dan Muslim no. 1026)
[2]. (HR. Bukhari no. 1979)
[3]. (HR. Tirmidzi no. 761 dan An Nasai no. 2425. Abu ‘Isa Tirmidzi mengatakan bahwa haditsnya hasan).
[4]. (HR. Abu Daud no. 2449 dan An Nasai no. 2434. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
[5]. (HR. An Nasai no. 2347. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
[6].(HR. Tirmidzi no. 763 dan Ibnu Majah no. 1709. Shahih).
[7]. (HR. Muslim no. 1154).
[8]. (HR. Bukhari no. 5192 dan Muslim no. 1026)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar